Salah satu teknik menulis yang bisa digunakan untuk menghindari plagiarisme adalah teknik mengutip secara tidak langsung. Teknik penulisan mengutip secara tidak langsung dapat diwujudkan dalam tiga bentuk yakni membuat parafrase, meringkas atau menyusun kesimpulan. Ketiga teknik ini adalah cara pengutipan yang membutuhkan keahlian yang berbeda. Serta penting dilakukan saat menulis buku.
Pada artikel kali ini, kita akan membahas teknik penulisan parafrase. Secara pengertian, teknik parafrase merupakan salah satu cara meminjam gagasan/ide dari sebuah sumber tanpa menjadi plagiat. Menurut Kamus Oxford Advanced Leaner’s Dictionary, parafrase merupakan “cara mengekspresikan apa yang telah ditulis dan dikatakan oleh orang lain dengan menggunakan kata-kata yang berbeda agar membuatnya lebih mudah untuk dimengerti.”
Sementara menurut OWL purdue, parafrase didefinisikan sebagai berikut:
- Kemampuan seseorang untuk menulis ulang ide atau gagasan orang lain dengan kata-katanya sendiri dan ditampilkan dalam bentuk yang baru. Teknik ini merupakan cara yang legal dan syah dalam meminjam gagasan orang lain.
- Sebuah pernyataan ulang (restatement) yang lebih lengkap dan detail dibandingkan dengan sebuah ringkasan.
Parafrase disebut sebagai keahlian yang sangat menarik karena:
- Teknik ini lebih baik dibandingkan dengan mengutip informasi dari sebuah paragraf atau tulisan yang kurang menonjol.
- Teknik ini membantu penulis untuk mengontrol cobaan melakukan kutipan yang terlalu sering.
- Proses mental yang dibutuhkan bagi keberhasilan sebuah prafrase membantu penulis untuk memahami sepenuhnya makna teks sumber yang akan ia sadur.
Setiap penulis memiliki mengembangkan tekniknya sendiri untuk mengembangkan keahlian dalam menulis. Teknik ini bersifat unik dan setiap penulis memiliki caranya sendiri. Bagi yang belum terbiasa melakukan mungkin akan merasa sedikit bingung.
Berikut ini kami bagikan juga teknik parafrasa yang efektif digunakan :
- Bacalah kembali teks sumber sampai kalian memahami benar isi teks tersebut
- Singkirkan teks/naskah asli tersebut dan tulislah ulang gagasan dalam teks tadi dalam sebuah kertas.
- Buatlah daftar beberapa kata dibawah parafrase kalian tadi untuk mengingatkan kalian kembali pada cara kalian memahami naskah asli tersebut. Di atas kartu catatan tadi, tuliskan kata kunci yang menunjukkan subjek atau tema parafrase kalian.
- Bandingkan tulisan parafrase kalian tadi dengan naskah aslinya untuk mengecek apakah semua gagasan, terutama gagasan yang penting telah tercantum dalam hasil parafrase tersebut.
- Gunakan tanda petik ganda untuk mengidentifikasi istilah-istilah khusus, terminologi, atau frase yang kalian pinjam dari naskah asli, dan yang kalian ambil sama pesis dengan naskah asli.
- Tuliskan sumber (termasuk halaman) pada kertas catatan kalian sehingga ini mempermudah kalian untuk menuliskan sumber pustaka atau referensi, bila kalian bermaksud mengambil parafrase tersebut
Contoh Teknik Penulisan Parafrasa
Teknik parafrasa bisa kita mengubah dari sebuah puisi. Contohnya dalam puisi DCD karya Chairil Anwar.
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Bila peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Lukadan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang perih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Chairil Anwar, DCD 1959:7)
Jika di parafrasekan puisi tersebut sebagai berikut. Contoh ini merupakan tulisan dari karya Rachmat Djoko Pradopo:
Kalau si aku meninggal, ia menginginkan jangan ada seorangpun yang bersedih, bahkan juga kekasih atau istrinya.
Tidak perlu juga ada sedu sedan yang meratapi kematian si aku sebab tidak ada gunanya. Si aku ini adalah binatang jalang yang lepas bebas, yang terbuang dari kelompoknya. Ia merdeka tidak terikat oleh aturan-aturan yang mengikat, bahkan meskipun ia ditembak, peluru menembus kulitnya. Si aku tetap berang dan memberontak terhadap aturan-aturan yang mengikat tersebut.
Segala rasa sakit dan penderitaan akan ditanggung, ditahan, diatasi hingga rasa sakit dan penderitaan itu pada akhirnya akan hilang sendiri.
Si aku akan makin tidak peduli pada segala aturan dan ikatan, halangan, serta penderitaan. Si aku mau hidup seribu tahun lagi. Maksudnya, si aku menginginkan semangatnya, pikirannya, karya-karyanya akan hidup selama-lamanya.
Pingback: Pentingnya Skill Academic Writing di Kalangan Dosen